Palembang || Gerakan Lestari Hijau Sumatera Selatan (GLH SumSel) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) untuk mengusut tuntas dugaan kasus reklamasi pasca tambang dan tambang batubara yang diduga tidak memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) yang berada di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.
Hasil investigasi di dapati perusahaan dimaksud yang diduga terlibat pada dugaan kasus di atas PT.TPB dan PT.PHL. Ketua Tim Investigasi, Andi Permadi menyatakan bahwa bedasarkan hasil telaah dokumen pihaknya menemukan bahwa perusahaan disebutkan diatas terindikasi tidak memiliki izin dan atau izin yang dikantongi pihak perusahaan diduga fiktif.
“IUP PT.PHL ini telah dicabut Presiden Joko Widodo pada awal Januari 2022, namun Perusahaan ini masih melakukan aktivitas penambangan. IUP Telah Dicabut Presiden Namun Tetap Beroperasi. Kenapa bisa ?" Tutur Andi.
Padahal, apa yang dilakukan PT.PHL berpotensi merugikan keuangan negara puluhan triliun rupiah.
“Saya berharap ini bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk masuk ke kasus Minerba di Sumatera Selatan.” Kata Andi.
GLH SumSel menuturkan bahwa Dirjen Minerba merupakan direktorat teknis yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam mengelola seluruh pertambangan mineral dan batubara di seluruh Indonesia.
Atas temuan di atas, Fajarudin Ketua Bidang Penindakan GLH menyampaikan, bahwa pihaknya akan melakukan aksi massa secara berjenjang dari Gubernur Sumatera Selatan hingga aksi ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI).
“Dalam beberapa waktu dekat ini, kami akan memulai melakukan rally-rally aksi, mempertanyakan kenapa maraknya terjadi penambangan batubara secara liar dan kenapa IUP sudah dicabut namun perusahaan tambang masih bisa beroperasi di wilayah hukum Sumatera Selatan.” Jelas Fajar.
Dalam kajian GLH Sumsel PT.PHL memiliki lahan produksi seluas 1.186 Ha dan lahan pelabuhan seluas 100 Ha di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Dalam literatur PT.PHL mampu mencapai produksi batu bara sebesar 134.765 MT dan produksi overburden sebesar 401.369 MT
“Dari aktifitas penambangan batubara yang diduga dilakukan secara liar, PT.PHL terindikasi telah melakukan perbuatan melawan hukum dan telah merugikan keuangan negara.” Tegas Fajar.
KPK-RI harus segera memanggil PT.PHL terkait aktivitas pertambangannya yang masih dilakukan perusahaan karena ini adalah bentuk pelanggaran hukum dan perlawanan terhadap Pemerintahan Republik Indonesia.
“Penegak hukum harus bertindak tegas pada PT.PHL yang sudah melawan pemerintah.” Ujarnya.
Atas temuan kerugian keuangan negara tersebut GLH SumSel akan melakukan gugatan agar semua pihak baik PT.PHL ataupun PT. TPB dan pihak terkait dapat ditangkap dan diadili.
“Kami mendesak KPK-RI untuk memanggil Kementerian ESDM dan memeriksa Gubernur Sumatera Selatan serta menangkap jajaran direksi PT.PHL dan PT.TPB yang terindikasi telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara.” Kata Fajar.
(Dennys)
0 komentar: